Selamat Datang di Web Blog ini Yang Mengulas Tentang Dunia Pendidikan dan Pariwisata Khususnya Daerah Ketapang Kalimantan Barat

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Mei 2010

Raih Nilai Tertinggi se-Kalbar


Pelajar Sekolah Menengah Negeri 1 Sambas berhasil memperoleh nilai ujian nasional tertinggi se Kalimantan Barat. Edi Kurniawan, siswa kelas XII IPA, meraih nilai 56,30 atau rata-rata 9,38 untuk enam mata pelajaran.Prestasi Edi diikuti sejumlah siswa lain yang memperoleh nilai sempurna. Heti Nursaweni, dari SMAN 1 Jawai nilai 10 ujian Matematika Jurusan IPA, sedangkan jurusan IPS yang memperoleh nilai 10 dari SMA N 1 Tekarang Hermanto, Rimah, dan Maula, dari SMAN 1 Sambas Paldo Rama, Antonius dari SMA Amkur Pemangkat. Nilai 10 untuk nilai ujian Fisika jurusan IPA diraih Ria Suriani dan Dede Setiawan dari SMAN 1 Tebas, Rini dari SMAN 2 Teluk Keramat dan Didit Setiawan dari SMAN 1 Semparuk. Para pelajar berprestasi ini mendapatkan penghargaan dari pemerintah Kabupaten Sambas.

Bupati Sambas Burhanuddin A Rasyid, mengatakan rencana strategis kementrian pendidikan nasional bertumpu pada penyelenggaraan layanan prima. Yakni, katanya, membentuk insan Indonesia cerdas komprehensif melalui lima misi. “Pelayanan pendidikan ini menyangkut ketersediaan, keterjangkauan kualitas atau mutu dan relevansi kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan. Tiga makna penting hari besar nasional termasuk hardiknas yakni pertama terkait momentum merenungkan dan merefleksikan diri terhadap perjalanan dan langkah yang telah dilalui,” ungkapnya. Ia mengatakan ini terkait cita-cita saat itu dicirikan dengan semangat kepahlawanan. Sebutnya, semangat kesediaan diri memberikan lebih dari kewajibannya dan menerima kurang dari hak-haknya disertai keyakinan bahwa pemberian yang lebih dan penerimaan yang kurang dijadikan investasi kemasyarakatan.

“Selain itu, upaya mengintropeksi diri dari apa yang sedang dilakukan terutama pembangunan pendidikan. Bagaimana memprespektifkan apa yang telah dan sedang dilakukan untuk masa depan lebih baik, dalam pembangunan pendidikan adalah upaya mencerdaskan bangsa secara utuh,” tuturnya.Ia mengharapkan pentingnya pendidikan karakter. Pembangunan watak adalah amat penting. “Membangun manusia Indonesia berakhlak berbudi pekerti dan berprilaku baik,” tukas Burhanuddin. Masyarakat idaman seperti itu dijelaskan dia dapat diwujudkan mana kala manusia Indonesia adalah manusia yang berakhlak dan berwatak baik, manusia bermoral dan beretika baik.


Sumber : http://pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=33690

Rabu, 28 April 2010

Lulusan SMK Dibutuhkan Dunia Kerja

KETAPANG-Lulusan SMK yang menganggur jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah lulusan SMA. Indikator tersebut menunjukkan SMK lebih dibutuhkan dunia kerja. Bupati Ketapang H Morkes Effendi SPd MH, menegaskan Pemkab Ketapang terus mengadakan kebijakan untuk menggenjot peningkatan jumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) di Ketapang. “Tujuannya memenuhi kebutuhan tenaga trampil di daerah,” kata Bupati.

Pengembangan SMK menjadi kebijakan strategis untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, ujarnya. Bupati juga mengajak para orang tua untuk tidak ragu menyekolahkan anaknya pada SMK yang ada di Ketapang. “Pilihlah SMK sesusai kejuruannya seperti pertanian, perikanan, peternakan dan bidang industri,” ujarnya.Kepala Dinas Pendidikan Kabupatn Ketapang Drs HM Mansyur Idrus MSi, menegaskan lulusan SMK jauh lebih dibutuhkan dunia kerja. Karena di sekolah mereka diberikan keterampilan sesuai jurusan yang diinginkan. “Jadi target SMK sangat jelas, yakni mempersiapkan lulusan yang siap kerja, kendati tidak tertutup kemungkinan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi,” kata Kadis pendidikan Ketapang.

Sumber : http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=33464#

Lulus Jalur PMDK

Tahun 2010, bagi SMA Negeri 01 Sukadana, sangatlah mengembirakan. Karena pada tahun ini terdapat 5 siswa yang di terima di Universitas Tanjungpura melalui jalur Non Ujian Tertulis (PMDK). Adapun kelima siswa tersebut adalah Budi Irianto Fakultas Kehutanan, Eko Saputro Fakultas MIPA, Hidayat Faklutas Hukum, Rijal Kamarudin Fakultas ISIP dan Tengku Aulia Utami Fakultas ISIP. Sedangkan melalui jalur autreaching dengan bea siswa penuh terdapat 7 orang dan 4 orang sebagai cadangan.

Kepala Dinas Pendidikan KKU yang diwakili oleh Kasi SMA, Taspirani, M.Pd dalam sambutannya mengatakan bahwa SMA Negeri 01 Sukadana sudah tiga tahun ini menunjukan prestasi yang mengembirakan karena tidak sedikit setiap tahunnya siswa yang diterima tanpa tes di Perguruan Tinggi. Tahun 2008 sebanyak 6 orang, tahun 2009 sebanyak 5 orang dan tahun 2010 sebanyak 5 orang. Ini menunjukan bahwa proses belajar mengajar yang telah diterapkan selama ini dapat berjalan dengan baik, hubungan siswa dan guru dapat berjalan secara harmonis dan tentunya juga tidak terlepas dari dukungan orang tua yang selalu mengawasi dan mengingatkan anak-anaknya untuk selalu belajar.

SMA Negeri 01 Sukadana pada Sabtu (24/4) melaksanakan perpisahan siswa kelas XII. Kegiatan yang berlangsung di halaman Sekolah ini dihadiri Kepala Dinas Pendidikan KKU, Camat Sukadana, orang tua siswa, siswa-siswi dan undangan lainnya. Kepala SMU Negeri 01 yang diwakili oleh Amir Syarifuddin SPd, mewanti agar siswa tidak berlebihan dalam mengekspresikan kelulusannya. Sedangkan bagi siswa yang belum berhasil, diminta agar jangan putus asa. “Karena masih ada kesempatan ujian ulang yang akan berlangsung tanggal 10 sampai tanggal 14 Mei 2010 mendatang,” katanya. Amir Syarifuddin menambahkan bahwa kelulusan SMA bukanlah akhir dari proses pendidikan tetapi merupakan awal dari proses yang panjang menuju manusia yang cerdas intelektual, cerdas hati dan cerdas emosional

Sumber : www.pontianakpost.com

Senin, 26 April 2010

Pendidikan Gratis

Kabupaten Ketapang sangat dimungkinkan melakukan penerapan pendidikan gratis seperti halnya yang dilakukan Kabupaten Kayong Utara. Namun kebijakan ini tidak serta-merta diterapkan bagi semua masyarakat, akan tetapi difokuskan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin.“Sangat dimungkinkan sekali pendidikan gratis diberlakukan di Ketapang akan tetapi fokusnya bagi warga miskin berdasarkan standar-standar sesuai tingkatan jenjang pendidikan sekolah, serta pertimbangan dan perhitungan yang jelas, sehingga program ini tepat sasaran,” ungkap Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Ketapang, Farhan, baru-baru ini kepada Pontianak Post.

Ia mengakui APBD Ketapang tahun lalu yang mencapai Rp 700-an miliar lebih cukup besar. Dengan pendapatan asli daerah yang mencapai kurang lebih Rp 26 milyar. Seluruh pemasukan yang menjadi kas daerah harus dikelola dengan baik. Uang yang masuk ke kas akan dibagikan ke seluruh sektor pembangunan, baik pendidikan, kesehatan, infrastuktur dan lain sebagainya. “Jadi ongkos pembangunan yang dialokasikan ke berbagai sektor tersebut harus dihitung agar tidak timpang dengan melakukan penentuan skala prioritas program pembangunan,” jelasnya. Program prioritas ini, lanjut Farhan, adalah program yang memiliki dampak ganda. “Apabila kita melakukan pembangunan seperti halnya infrastuktur harus mampu mengangkat kehidupan sosial, ekonomi masyarakat,” timpalnya. Sehingga program pembangunan yang dilakukan tepat sasaran.

Mengenai pendidikan gratis ini, lanjut Farhan, pemkab tidak ingin terjebak pada euphoria pendidikan gratis. Ia khawatir apabila terlalu dipaksakan maka hasilnya kurang maksimal, yakni terjadinya ketimpangan pembangunan. Ia mengaku salut kepada pemkab Kayong Utara yang sudah mampu menerapkan pendidikan dan kesehatan gratis. Namun soal program pendidikan gratis butuh tahapan dan proses sesuai sistem pembuatan program pembangunan itu sendiri, seperti Musrenbang.
Untuk penerapan pendidikan gratis, kata dia, pemkab harus melakukan pendataan dan inventarisasi yang benar soal pendidikan. Mulai dari jumla sekolah, murid, guru, fasilitas, sarana dan prasarana, serta jumlah warga miskin yang akan dibantu. Bagaimanapun penerapan pendidikan gratis tak semuda membalikkan telapak tangan butuh usaha keras. Saat ini pemkab Ketapang fokus peningkatan kualitas sarana dan prasaran pendidikan. Ia berharap kedepannya wacana pendidikan gratis ini terwujud.

Sumber : http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=33422

Selasa, 13 April 2010

Angka Putus Sekolah (Kalimantan Barat)


Ditulis oleh Hentakun
Sabtu, 25 Juli 2009 10:46

Wajah pendidikan Kalbar belum beranjak dari kemuramannya. Salah satunya disebabkan angka putus sekolah masih tinggi. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar Alexius Akim menyatakan di Pontianak. “Provinsi Kalbar harus banyak berbenah, untuk mengurangi angka yang dinilai masih tinggi ini,” kata Akim. Akim mengungkapkan, Data Dinas Pendidikan Kalbar menyebutkan, angka putus sekolah dari SD sampai SMA di Kalbar, rata-rata mencapai 1,5 persen. Sehingga terbilang masih tinggi. Lebih hebat lagi, SMA mencapai dua persen siswa putus sekolah. “Usia Sekolah Dasar mencapai 1,6 persen dari jumlah penduduk angkatan sekolah, untuk SMP 1,5 persen dan SMA mencapai dua persen,” kata Akim dengan nada kesal. Akim menyebutkan, kalau beberapa kabupaten seperti Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang dan beberapa kabupaten/kota lainnya, juga alami hal sama.
Untuk menurunkan angka tersebut, Akim mengharapkan kepada orang tua, memiliki kesesuaian dengan keinginan pemerintah, menyukseskan wajib belajar. Sehingga angka seperti ini tidak dialami lagi di Kalbar. Ia mengharapkan orang tua memaksimalkan manfaat pendidikan gratis yang diprogramkan pemerintah. Sehingga semakin tahun angka putus sekolah semakin berkurang. Terkait daya tamping sekolah yang dianggap sebagai salah satu penyebab, Akim membantah, karena daya tampung sekolah sudah mencukupi. Ia mengatakan, untuk sekolah negeri memang terbatas. Namun pemerintah sudah mengambil kebijakan untuk membangun kembali sekolah-sekolah negeri yang dirobohkan, menggunakan dana APBN dan APBN, sebagai upaya mengurangi angka yang dinilai memalukan tersebut.
Menurutnya, yang paling penting adalah, kerjasama tiga pilar, seperti masyarakat, orang tua dan pemerintah, harus singkron. Sehingga dunia pendidikan di Kalbar, terlepas dari kerunyaman seperti sekarang. Terkait beberapa sekolah negeri yang masih memberlakukan daftar ulang, Akim menegaskan, kalau biaya daftar ulang tidak ada, kecuali sekolah standar internasional yang memang ada fasilitas lebihnya. Namun, untuk sekolah yang bukan berstandar Internasional, Diknas tidak pernah mengimbau sekolah,

Minggu, 11 April 2010

Ikut Dancer, Siswa MTs Negeri Dikeluarkan

TINJAU ULANG KEBIJAKAN DROP OUT

Ketapang - Kebijakan drop out dari sekolah perlu dilakukan peninjauan ulang, agar permasalahan dan tujuan drop out jelas dan tidak menjadi tanda tanya dari pihak orang tua dan masyarakat. Hal tersebut diungkapkan Hartati M Samli dari LSM PKBI Jejaring Tim Pusat Pelayanan Anak dan Perempuan Kabupaten Ketapang pada jumat (9/4) siang.
Hartati M Samli yang juga mantan anggota DPR Kabupaten Ketapang Periode 1999-2004 menjelaskan pentingnya sinergitas antara kebijakan drop out yang dibuat sekolah dengan tingkat kesalahan, serta kesalahan yang dibuat siswa apakah dalam hal mengikuti kegiatan sekolah atau tidak. Seperti misalnya kasus drop out yang dialami oleh Airien Tirta Kayong, siswa kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Negeri Ketapang beberapa waktu lalu. Ia menilai konteks kegiatan yang dilakukan siswa adalah diluar kegiatan sekolah dan bukan atas nama sekolah, sehingga sangat tidak etis bila sanksi drop out sikenakan pada siswa.
"Kebijakan tersebut harus melihat pada proporsi yang jelas agar tidak disalahgunakan dalam pelaksanaannya. Jelas siswa tersebut mengikuti kegiatan diluar aktivitas sekolah dan bukan atas nama sekolah kok malah di DO," jelasnya kepada Pontianak Post.

Rabu, 31 Maret 2010

UNAS DAN KETIDAKPERCAYAAN

Oleh : Jejen Rukmana S.Pd. M.Pd


Berakhir sudah Ujian Nasional yang selama ini diperdebatkan pelaksanaannya. Untuk sementara waktu anak-anak bisa bernapas lega, Unas yang selama ini menjadi fokus perhatian telah terlewati dengan mulus. Walau hasilnya belum tahu pasti apakah akan memuaskan atau bahkan sebaliknya. Unas pada tahun ini di Pontianak berjalan dengan lancar. Isu kebocoran naskah soal dan kuncinya masih merupakan hal yang harus diinvestigasi lebih jauh. Apakah memang terjadi demikian atau hanya isu yang dibuat oleh orang yang hanya memikirkan keuntungan finasial tanpa memikirkan anak bangsa yang harus dididik dengan kejujuran.

Namun terlepas benar atau tidaknya telah terjadi kebocoran naskah  soal Unas bagi kita pasti ada makna yang harus digal oleh para pendidik, kepala sekolah dan bahkan oleh Dinas Pendidikan sekalipun. Paling tidak ada pertanyaan yang harus dijawab bersama. Yakni mengapa naskah soal harus dibocorkan? (tulisan ini tidak bicara mekanisme distribusi pengiriman naskah soal Unas). Pasti ada sesuatu yang sedang terjadi atau bahkan sesuatu yang salah dalam dunia pendidikan. Penulis mencoba untuk menganalisa serta menjawab sejauh pemikiran penulis sendiri yakni pertama adanya ketidakpercayaan kepada proses belajar dalam kelas. Kedua pemahaman akan sebuah kejujuran yang masih lemah. Ketiga adanya peluang bisnis (walaupun kotor) oleh orang-orang tertentu.

Ketidakpercayaan pada proses belajar mengajar mungkin bisa terjadi. Guru tidak memahami subtansi bahan yang mestinya diajarkan. Ketika anak bertanya, gurunya tidak bisa menjawab atau mungkin bisa menjawab tapi melebar kemana-mana akhirnya siswa memahaminya bahwa guru memang tidak bisa menjawab. Pemahaman yang dimiliki guru masih sebatas ilmu dan pengetahuan hasil yang didapat saat kuliah dulu, sementara anak didik sudah melanglang buana di dunia maya mencari inti bahan ajar yang diberikan dan ternyata disana sangat banyak.

Ketidakpercayaan juga bisa timbul dari lemahnya komitmen guru terhadap pekerjaan. Terjadang ada oknum guru yang sering terlambat datang setelah itu tidak ada kata maaf yang terucap atas keterlambatannya, sementara kalau siswa terlambat luar biasa garangnya menampakan keakuannya. Siswa dihukum dengan berbagai macam hukuman. Hukuman yang diberikan kepada anak tidak akan menjerakan malahan anak kebal dan terus akan terlambat. Hal ini disebabkan tidak adanya sinkronisasi antara hati nurani dengan perbuatan. Yang kedua, pemahaman akan sebuah kejujuran belum optimal dilaksanakan. padahal modal dalam segala kegiatan/kehidupan adalah kejujuran (tidak bohong). Saya teringat dengan sebuah cerita di sebuah perkampungan ada seorang anak selalu berteriak minta tolong karena akan deterkam binatang buas, begitu mendengar teriakan orang-orang sekampung pada datang untuk menolongnya, tetapi apa yang dilihat ternyata anak tersebut bergurau/berbohong. Suatu hari anak tersebut melakukan hal yang sama beberapa kali. Pada suatu saat anak tersebut berteriak lagi minta tolong karena benar bertemu dengan binatang buas, namun orang sekampung tidak peduli lagi karena pasti anak itu main-main (berbohong). Akibatnya anak tersebut benar-benar diterkam binatang buas. Melihat kisah tersebut betapa kejujuran sangat berharga.

Demikian juga di sekolah nilai-nilai kejujuran harus mulai ditanamkan. sehingga dalam menjelang Unas nilai kejujuran anak muncul dengan sendirinya, maka tidak perlu lagi memburu naskah soal atau bahkan kunci jawaban yang belum tentu kebenarannya sebelum Unas. Nilai-nilai kejujuran harus dilakukan secara masif, bergerak bersama-sama seluruh komponen pendidikan, kepala sekolah, guru, tata usaha, satpam, tukang kebun, penjaga malam, petugas kebersihan yang disadari atau mereka dilihat setiap hari oleh anak-anak didik. Tidak menutup kemungkinan mereka dijadikan model juga dalam hal kejujuran.

Ketiga adalah peluang bisnis kotor. Melihat kenyataan bahwa anak-anak tidak percaya lagi kepada guru (sekolah) mereka akan mencari orang lain, tempat lain yang dapat menentramkan hatinya ketika ada kegelisahan. Maka oknum yang berpikiran kotor mencoba menggunakan peluang ini untuk memudahkan anak mengerjakan soal dan akhirnya lulus dengan instan tanpa proses perjuangan yang mengedepankan kemampuan diri yang selama tiga tahun telah dibentuk.

"Penulis, Kepala SMA Negeri 5 Pontianak : Tergabung dalam Komunitas Guru Menulis Kalbar"

Sumber : Pontianak Post Hal 8 (Minggu, 28 Maret 2010)

Sabtu, 20 Februari 2010

CARUT MARUT DUNIA PENDIDIKAN KALBAR

Pada dasarnya hakikat Pendidikan tercantum dalam UU No 2/1989 (pasal 1) yang dengan gamblang mengungkapkan, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pegajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dari konsep itu, jelas bahwa hakikat pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik lewat proses pendidikan agar mampu mengakses peran mereka di masa yang akan datang. Ini berarti, membekali peserta didik dengan keterampilan yang sangat dibutuhkan sesuai tuntutan zaman menjadi sebuah keniscayaan. Hal itu beranjak dari pesimisme prediksi bahwa seiring dengan meledaknya jumlah lulusan, mereka akan dihadapkan pada kesulitan mencari kesempatan kerja akibat tidak seimbangnya dengan lapangan kerja yang ada.

Memandang lebih dekat pendidikan Kalimantan Barat, “Keterpurukkan” merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan wajah pendidikan di Kalimantan Barat saat ini. Bagaimana tidak ?, Dalam aspek penuntasan buta aksara saja secara nasional Kalimantan Barat berada pada peringkat 23 dari 33 provinsi yang ada. Lain lagi dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM), berdasarkan data BPS, IPM Kalimantan Barat justru mengalami penurunan yang signifikan dari peringkat 26 menjadi peringkat ke-28. Hal ini diperparah lagi dengan data yang mengatakan bahwa IPM Kalimntan Barat terendah pada regional Kalimantan.

Timbul pertanyaan ”Mengapa kualitas Pendidikan di Kalimantan Barat rendah?”, jawabnya

Jumat, 19 Februari 2010

UU BHP VS NASIB PENDIDIKAN INDONESIA

Kisruh pengesahan UU BHP masih terus berlanjut. Banyak kalangan yang kecewa dengan pengesahan UU tersebut berencana mengajukan uji materi (Judicial Review) UU BHP ke Mahkamah Konstitusi.

Pengesahan UU BHP merupakan suatu penyelewengan terhadap tujuan dan filosofi pendidikan Indonesia. Hal ini langsung terlihat dari berubahnya bentuk institusi pendidikan di Indonesia, mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi menjadi Badan Hukum.

Sesuai dengan amanah konstitusi, pendidikan merupakan hak warga Negara yang penjaminan pemenuhannya wajib dilakukan oleh Negara. Berubahnya bentuk institusi pendidikan menjadi Badan Hukum akan mengeliminasi penjaminan Negara terhadap masyarakat dalam memperoleh pendidikan, salah satunya dari sisi aksesibilitas..

Segala semangat positif yang terdapat dalam BHP, seperti akuntabilitas, transparansi serta efisiensi birokrasi diharapkan akan menjadi solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia, yang dinilai bersumber dari inefisiensi birokrasi. Namun, terlepas dari itu semua, kita pun harus memperhatikan dengan jeli bahwa pengubahan status institusi pendidikan menjadi BHP mengandung konsekuensi tersendiri. Konsekuensi tersebut merupakan akibat dari esensi bentuk Badan Hukum yang melekat pada institusi pendidikan berbentuk BHP.

Salah satu hal yang perlu dikritisi adalah

Kamis, 11 Februari 2010

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah (Depdiknas) beberapa tahun terakhir menyusul hasil penilaian internasional, seperti PISA 2003 (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciences Study), yang menempatkan Indonesia pada posisi buntut dalam hal mutu pendidikan.

Lebih dari itu, laporan terkini dari UNDP (United Nations Development Programme) tentang Indeks Pembangunan Manusia tahun 2006 juga masih menempatkan Indonesia pada ranking ke-108 dari 177 negara, jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (34), dan Malaysia (61).

Berbagai terobosan dan kebijakan penting telah diambil oleh Depdiknas dalam rangka meningkatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu sejalan dengan komitmen yang digariskan oleh UNESCO melalui program Education for All (EFA). Ujian Nasional (UN) yang belum lama ini kembali digelar oleh Depdiknas dan kebijakan perubahan kurikulum dari kurikulum 1994 ke KBK, dari KBK ke KTSP adalah bagian penting dari terobosan penting itu. Sejauhmana kebijakan-kebijakan tersebut mampu meningkatkan mutu pendidikan?

Alih-alih menjadi strategi peningkatan mutu pendidikan, kebijakan UN sesungguhnya telah mengaburkan hakikat pendidikan bermutu. Parameter kebermutuan pendidikan tidak lagi didasarkan pada kebermaknaan individu dalam berperan di dalam kehidupan masyarakat, melainkan melulu didasarkan pada sejauhmana peserta didik mampu mensiasati sederetan soal dalam UN.

Lebih dari itu, kebijakan UN tidak lagi berpihak pada kepentingan siswa, tetapi

Senin, 08 Februari 2010

PENDIDIKAN


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

FILOSOFI PENDIDIKAN

Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum kelahiran.

Banyak orang yang lain, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain,


Apakah Artikel di Web Blog ini bermanfaat?

Followers

 

Copyright © 2009 by Ciamix